LAntang Sultra Minta Pemerintah Atasi Kemelut Tumpang Tindih IUP PT Antam

Salah satu area pertambangan di Sulawesi Tenggara (FOTO : IST)

BeritaRakyat.id, Kendari – Kegiatan pertambangan di Sulawesi Tenggara, khususnya di Konawe Utara Konut terus menyisakan permasalahan yang kemudian disoal oleh kelompok masyarakat atau organisasi masyarakat. Kemelut perizinan di wilayah pertambangan Blok Mandiodo yqng menjadi salah satu yang diminta kepada pemerintah untuk turun melakukan penertiban.

Bila Pemerintah tidak tegas atas aktifitas penambangan ilegal, maka secara terus menerus akan berdampak. Mengingat di kawasan yang menjadi konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT. Aneka Tambang (Antam) Tbk.

Pernyataan tersebut dikemukakan Kordinator Lembaga Advokasi Tambang (LAntang) Sulawesi Tenggara (Sultra), Ahmad Manaf, Minggu, (26/092021).

Diketahui, di atas wilayah IUP PT. Antam terdapat pula 11 IUP yang sebelumnya telah di SK kan bupati Konut. Ke 11 IUP tersebut yaitu, PT. Sriwijaya Raya, PT. Sangia Perkasa Raya, PT. KMS 27, PT. Jafar Indotech, PT. James Armando Pundimas, PT. Malibu, PT. Mughni Energi Bumi, PT. Rizki Cahaya Makmur, CV. Ana Konawe, PT. Avry Raya dan PT. Wanagon Anoa Indonesia.

Di lapangan, kata Manaf, eksistensi 11 IUP tersebut kian hari makin marak dan tak terbendung. Padahal sebelumnya Bareskrim Polri telah turun lapangan melakukan penindakan.

“Dengan adanya aktivitas penambangan ilegal jelas sangat merugikan PT. Antam dan keuangan negara,” ujar Manaf menegaskan.

Diketahui, berdasarkan putusan PTUN Nomor 225K/TUN/2014 telah menetapkan beberapa hal.

Pertama, membatalkan seluruh IUP yang diterbitkan oleh Penjabat Bupati Konut yang tumpang tindih dengan wilayah IUP PT. Antam Tbk di Kabupaten Konawe Utara.

Kedua, menghentikan semua aktivitas penambangan perusahaan lain, selain perusahaan PT. Antam. Selanjutnya, memerintahkan kepada perusahaan lain, selain PT. Antam menarik semua peralatan pertambangan di wilayah IUP PT. Antam (Persero) Tbk di Kabupaten Konawe Utara.

“Dengan adanya putusan itu, seharusnya pemerintah tanpa ragu melarang pihak perusahaan pemegang 11 IUP untuk tidak melakukan lagi aktivitas di wilayah konsesi PT. Antam. Namun hal itu tidak dilakukan. Jadi patut diduga ada pembiaran oleh pemerintah daerah karena tidak menindak lanjuti putusan hukum yang memenangkan pihak PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk,” tegas Manaf.

Disisi lain, kondisi dilema terlihat dari posisi PT. Antam. Sebab, perusahaan plat merah itu justru mendapat penolakan yang begitu besar dari masyarakat lingkar tambang Blok Mandiodo. Alasannya, konsesi PT. Antam yang puluhan ribu hektar selama ini tidak dikelola sehingga masyarakat lebih berpihak kepada beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas di konsesi tersebut.

“Dengan aktivitas beberapa perusahaan yang kerja di konsesi PT. Antam, maka ribuan tenaga kerja masyarakat lingkar tambang bisa diberdayakan. Lahan mereka diganti rugi, perputaran ekonomi meningkat dan lainnya,” terang Manaf.

Olehnya itu, Manaf memberikan sejumlah solusi kepada pemerintah. Pertama, pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Investasi, Kementerian BUMN dan Pemda Konawe Utara segera mengambil langkah kongkrit menghentikan aktivitas tambang 11 IUP.

“Karena selama mereka beraktivitas telah merugikan PT. Antam dan negara yang ditaksir bisa mencapai triliunan rupiah. Belum lagi dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya,” beber Manaf.

Kedua, karena PT. Antam hingga kini belum pasti kapan akan melakukan aktivitas pertambangan, maka pemerintah segera memediasi kerjasama PT. Antam dengan swasta lokal untuk tetap melakukan aktivitas tambang dalam konsesi PT. Antam.

“Hal ini dilakukan agar masyarakat lingkar tambang yang berada di Blok Mandiodo dan sekitarnya bisa tetap bekerja, pemberdayaan ekonomi meningkat dan ada pemasukan pendapatan negara,” pungkas Manaf.

TIM

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *